PANGANDARAN JAWA BARAT - Anda pilih menegakan Hak Azasi Manusia (HAM) atau ahlak anak kita bokbrok.
"HAM" tak pernah berbuat apa-apa ketika ahlak anak kita rusak, akantetapi ketika si murid/sianak dicubit atau ditempeleng gurunya untuk didisiplinkan, HAM berteriak lantang.
"Ini semua Sebuah Pelajaran Berharga untuk orang tua/wali murid".
Satu contoh : Hakim itu mengejutkan semua orang di ruang sidang. Beliau membebaskan guru sebagai terdakwa dan kemudian meninggalkan tempat duduknya lalu turun untuk mencium tangan terdakwa.
Terdakwa yang seorang guru SD itu juga terkejut dengan tindakan hakim tersebut. Namun sebelum berlarut-larut keterkejutan itu, sang hakim mengatakan, “Inilah balasan yang harus kulakukan sebagai rasa terima kasihku kepadamu, pak Guru".
Rupanya, terdakwa itu adalah gurunya sang hakim sewaktu SD dan hingga kini ia masih mengajar di SD. Ia menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh salah seorang wali muridnya, gara-gara ia menempeleng salah seorang siswanya.
Di ruang sidang pengadilan, pak guru tak lagi mengenali muridnya itu, namun sang hakim tahu persis bahwa pria tua yang duduk di kursi pesakitan itu adalah mantan gurunya.
Hakim yang dulu menjadi murid dari guru tsb mengerti benar, pukulan dari guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak melukai. "Hanya sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti tentang akhlak dan menjadi lebih disiplin". Pukulan seperti itulah yang mengantarnya menjadi hakim seperti sekarang ini.
Dulu, saat kita nakal atau tidak disiplin, guru biasa menghukum kita. Bahkan mungkin pernah "memukul" kita. Saat kita mengadu kepada orangtua, mereka lalu menasehati agar kita berubah. Saat itu hampir tidak ada orangtua yang menyalahkan guru, karena mereka percaya, itu adalah bagian dari proses pendidikan yang harus kita jalani. "Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun, memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang toleran, hormat kepada yang lebih tua, hormat kepada guru, patuh dan taat pada orangtua".
Lalu saat kita menjadi orangtua di zaman sekarang … tak sedikit berita orangtua melaporkan guru karena telah mencubit atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga menjadi sebuah fenomena, seperti dirilis di Kabar Sumatera, saat ini guru-guru terkesan masabodo walaupun siswanya berprilaku jahat atau menghinakan gurunya sekalipun.
Saat ini para guru hanya melaksanakan fungsinya saja. mereka tinggal mengajar saja; menyampaikan pelajaran, dan selesai. Artinya itu bukan mendidik ... Fungsi pendidikan sudah hilang, karena tidak adanya kerjasama yang baik antara guru, orang tua dan masyarakat.
Jangan salahkan guru jika murid sekarang kurang mengerti ahlak dan hasil pendidikannya tidak seperti yg diharapkan orang tua.
Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik, mereka takut dilaporkan oleh walimurid seperti yang dialami teman-temannya.
"Sudah banyak guru di Sumatera Selatan dilaporkan wali murid hingga harus berurusan dengan polisi".
Di Bantaeng guru di sel ... di Jawa tengah guru mencubit siswanya dipidanakan ... semuanya atas nama HAM ... dan undang-undang perlindungan Anak ...
"Akan tetapi ketika moralitas si anak didik hancur dan akhlak generasi muda bobrok, pernahkan HAM dan dedengkotnya membuat aksi nyata menuntut perbaikan moral & akhlak anak bangsa".
Baca juga:
Rudi Tingkatkan Mutu Pendidikan Batam
|
Semoga tulisan ini, bagi kita para orangtua atau wali murid, bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan guru. Kita harus bersinergi untuk menyiapkan moralitas generasi masa depan yang lebih baik. Bukan hubungan atas dasar transaksi yang rentan lapor-melaporkan. (Anton AS)